Jeffta Handoko, Bandung Best Brewer 2019

jeffta handoko

Nama Jeffta Handoko mungkin belakangan ini menjadi buah bibir di skena perkopian Indonesia. Pasalnya, 15 Desember 2019 lalu, Jeffta berhasil memperoleh gelar Best Brewer pada lakkon Bandung Brewers Cup 5.

Seperti apa perjalanan Jeffta dengan kopi dan bagaimana cara dia memenangkan lomba seduh paling bergengsi di Bandung tersebut? Simak hasil bincang santai berikut ini.

Bagaimana sih awal perjalanan Kak Jeffta di bidang kopi?

Saat masih kerja di bank swasta sekitar 2014-2015, saya sudah suka ngopi walau masih kopi saset. Saat itu saya sudah terbiasa kopi tanpa gula, dan tertarik dengan kopi Aroma (Banceuy, Bandung) karena popularitasnya.

Coffee shop pertama yang saya datangi adalah Lacamera Naripan. Itu pun tidak sengaja, karena awalnya saya hanya ingin mencari grinder. Karena tertarik menjadi home brewer setelah membaca artikel di internet, dan alat terpenting bagi home brewer adalah gilingan kopi. Karena harganya lumayan, akhirnya saya cuma memesan french press. Kopinya ternyata tidak pahit, malahan asam dan fruity.

Di kunjungan pertama saya langsung ngobrol banyak tentang kopi bahkan disajikan filter V60, creme brulee, cappucino, latte, sampai espresso. Dan ternyata saya cuma bayar french press yang awal saya pesan. Merasa berhutang budi, saya menyempatkan main ke Lacamera seminggu 2–3 kali. Di Lacamera pengetahuan saya tentang kopi bertambah, bahkan sempat ditawari untuk menjadi barista dan mengikuti sekolah barista oleh salah seorang pelanggan di Lacamera.

Tahun 2015 saya resign dari bank dan membangun bisnis clothing.

Karena memiliki banyak waktu luang, saya mencoba melamar ke berbagai kedai kopi.

Setelah belasan spam apply ke banyak kedai kopi di Bandung dan Jakarta, akhirnya saya diterima sebagai barista di KopiQ Mekarwangi.

Setelah 10 bulan bekerja di sana, saya mendapat tawaran sebagai asisten roaster di SF Roastery. Merasa tertantang dan ingin menerima ilmu baru, saya menerima tawaran tersebut. Di SF saya bekerja dari Oktober 2016 sampai 2018.

Sekarang Kak Jeffta sudah memiliki coffee shop sendiri. Bagaimana cerita di balik Sunday Coffee ini?

Semua barista tentu memiliki cita-cita untuk punya coffee shop sendiri. Partner saya di Sunday Coffee ini adalah teman gereja. Kami pun sepakat bekerja sama dan dia mensupport cita-cita saya membuka bisnis di industri kopi. Dan akhirnya Sunday Coffee buka pada tanggal 28 Februari 2019.

BBrC 5 tentu bukan kompetisi pertama Kak Jeffta, apa saja pengalaman kompetisi Kak Jeffta semenjak masuk di industri kopi ini?

Kompetisi pertama saya adalah Latte Art Throwdown di Braga Citywallk tahun 2016. Ronde pertama langsung kalah. Lomba selanjutnya adalah BBrC 2 di Noah’s Barn, masih di tahun yang sama. Saat itu peserta yang ikut sangat banyak, 72 orang kompetitor. Dan saya mendapatkan urutan tampil ke-72! Energi saya sudah habis menunggu sehingga saya pun tidak lolos ke babak selanjutnya.

Tahun 2018 saya kembali mengikuti BBrC 4. Dengan peraturan baru yang digunakan di BBrC 4 (mengacu pada peraturan World Brewers Championship) saya excited mengikuti tiap tahapan lomba. Walaupun mengerjakan semua detil sendirian, saya lolos sampai 12 besar atau semifial.

Dari sana, saya belajar banyak tentang kesalahan saya. Mulai dari memahami scoresheet, taste description, racikan air, mencoba kopi di practice room, dan lainnya. Di kesempatan BBrC 5 ini saya menggunakan semua pelajaran yang didapat pada kompetisi-kompetisi sebelumnya. Dan tahun ini menjadi puncak dari semua persiapan yang saya lakukan.

Untuk persiapan Kak Jeffta untuk BBrC 5 kemarin apa saja?

Kalau dikalkulasi, mungkin total persiapan hanya 3 mingguan. Awalnya sempat turun semangat, tapi terus disemangati John Christoper saat main ke Fugol Coffee. Dia pun menawarkan menjadi coach saya untuk latihan BBrC 5, walaupun kami berdua sama-sama kompetitor.

Saat menentukan beans saya memilih Wanoja Kamojang Avisani. Dan saya memutuskan untuk meroasting sendiri, susah menemukan profile yang pas. Ada satu yang pas, tapi sangat riskan karena saya memakai mesin 5 kg untuk menyangrai 200 gram kopi. Sampai H-2 saya belum mendapatkan beans yang pas. Berkat Tuhan, ada kompetitor yang menawarkan beans-nya. Dan rasa kopinya oke banget. Langsung saat itu juga saya mengubah script, latihan dan mencari teknik seduh. Berkat Tuhan bisa lolos sampai final dan menjadi juara.

Kalau kendala saat di BBrC 5 kemarin apa saja, Kak?

Saat babak penyisihan (open service) penyisihan resep asli saya adalah 18 gram, tapi setelah ngegiling di preparation room kok cuma 15 gr? Mungkin ini akibat kebiasaan seduh di kedai yang cuma 15 gram. Saya mendapat peringkat ke-7 untuk open service. Berarti kalau mau masuk final (6 besar) harus mengejar di babak compulsory.

Tapi justru di compulsory lebih kacau. Workflow kacau, bingung meskipun sudah ada Mandie yang menjadi coach. Sewaktu menyeduh resepnya pakai air 190 ml di tiap brewingnya. Di kettle sudah dilihat 600 ml, saya pikir cukup. Sayangnya  ketika pouring di cup terakhir, airnya kurang 10 ml. Lagi-lagi berkat tuhan, nilai compulsory saya dapat besar banget. Salah satu momen krusial di compulsory service adalah ketika mendekati menit ke tujuh saya masih beres-beres station, mungkin karena kebiasaan. John dan teman-teman lainnya sudah memberi isyarat, saya panik sampai keringat dingin. Akhirnya saya baru bilang time di menit 6:56.

Di malam pengumuman final, saya  tidak PD masuk final. Apalagi sesudah melihat presentasi dari kompetitor-kompetitor lainnya. Pada akhirnya nama saya dipanggil, saya langsung me-review beans. Besoknya pun saya tampil lebih rileks dan santai, walapun mendapat nomor urut pertama.

So, what’s next?

Target terdekat pastinya IBrC. Hopefully 2 bulan masih bisa terkejar untuk mempersiapkan yang terbaik.

Ada saran dan pesan untuk teman-teman di industri kopi Indonesia?

Bagi yang suka dan penasaran dengan kompetisi, ikuti kompetisi-kompetisi lokal untuk membangun kepercayaan diri. Saat kalah jangan menyerah dan pantang putus asa. Saatnya akan tiba. Semua tergantung usaha kita. Pasti ada buahnya. Pasti akan menghasilkan yang terbaik pada akhirnya. Kalaupun hasil belum terbaik mungkin masih proses. Kalaupun dapat hasil baik terus belajar. Latihan ga harus khusus. Kebiasaan di bar sehari-hari akan mencerminkan penampilan saat kompetisi.

Jangan lupa, kita harus mengedepankan customer service dan hospitality tanpa mengorbankan kualitas produk. Produk yang kita jual tetap harus berkualitas.

Tinggalkan komentar..

error: Isi konten ini dilindungi oleh hak cipta.