Aroma Koffie Fabriek merupakan kopi yang melegenda di Indonesia. Orang-orang mengenalnya dengan sebutan Kopi Aroma. Terletak di sudut Jalan Banceuy No. 51, Kota Bandung. Kalau Anda datang ke sekitaran Pasar Baru Trade Center, Bandung, maka Anda hanya perlu berbelok ke jalan Pecinan lama.
Sejarahnya, Kopi Aroma didirikan oleh Tan Houw Sian pada tahun 1930. Sejak awal dibangun, toko kopi ini telah memiliki gudang yang kini digunakan sebagai area pabrik. Sebelum membuka toko kopinya sendiri, Tan bekerja di pabrik kopi milik Belanda. Dari upah yang dia dapatkan, dia sisihkan perlahan-lahan sampai akhirnya mampu mendirikan pabrik kopinya sendiri.
Dari Zaman Belanda hingga kini, proses pengolahan Kopi Aroma masih menggunakan cara tradisional. Mungkin cara ini telah banyak ditinggalkan oleh para pabrik kopi lainnya. Aroma Koffie Fabriek tidak mengolah kopinya dengan mesin-mesin modern. Di pabrik kopi ini, biji-biji kopi yang telah dijemur di bawah matahari akan dimasukkan ke dalam karung goni dan disimpan selama kurang lebih 6-8 tahun untuk kopi jenis arabika dan 5 tahun untuk kopi jenis robusta. Dengan waktu penyimpanan yang lama, kopi akan kehilangan kadar keasamannya.
Bayangkan, untuk mendapatkan cita rasa unik dari biji kopi, kita harus menunggu selama 5-8 tahun. Tak heran jika setiap kopi yang dijual, langsung habis dibeli. Menurut Pak Widya Pratama, pemilik generasi kedua pabrik kopi ini, sekaligus putra dari Tan Houw Sian, kadar asam pada biji-biji kopi tersebut akan menurun secara alami.
Kopi Aroma memiliki keistimewaan dan memiliki khasiat pada penyakit-penyakit tertentu. Menurut Pak Widya, kopi jenis arabika di toko kopi ini, dapat dinikmati oleh penderita darah tinggi dan jantung sekali pun. Sedangkan bagi penderita diabetes, disarankan untuk menikmati seduhan kopi robustanya. Kopi robusta di kedai kopi ini, dapat mengobati luka dan dapat juga diminumkan pada bayi berusia 24 bulan lebih agar tidak mengalami kejang-kejang.
Pak Widya memang ingin membuat kopi yang selain lezat untuk dinikmati, namun juga sehat. Menurut pengakuan beliau, tidak ada tambahan atau campuran bahan kimia apa pun dalam pengerjaan proses kopi-kopinya. Biji kopi tersebut dipilih dari berbagai penjuru Nusantara. Biasanya dalam setahun, Pak Widya akan mengunjungi kebun kopi dan langsung memilih sendiri biji-biji kopi. Untuk kopi jenis arabika, biji kopinya mengambil langsung dari Aceh, Medan, dan Toraja. Sedangkan untuk jenis robusta, diambil dari Jawa dan Lampung.
Biji-biji kopi yang telah lama disimpan itu lalu dipisahkan berdasarkan beratnya dengan mesin pemilih khusus. Kabarnya, biji kopi yang baik adalah biji yang berat (densitas tinggi). Usai dipisahkan biji kopi tersebut dimasukkan ke dalam mesin roasting yang telah berumur seabad lebih. Mesin roasting bermerek Probat buatan Jerman ini dapat menyangrai 60-90 kilogram dalam sekali jalan. Proses pembakarannya pun masih menggunakan bara api dari kayu karet yang bahan bakarnya didapat dari limbah perkebunan karet. Kayu karet dipilih karena mampu memberikan pembakaran yang merata dan secara tidak langsung memberikan aroma khas pada biji-biji kopi tersebut. Langkah terakhir, kopi lantas digiling untuk menjadi bubuk kopi atau dibiarkan dalam bentuk biji kopi. Anda dapat memilihnya sendiri. Mau dalam bentuk bubuk atau dalam bentuk biji kopi segar.
Begitulah sejarah singkat kopi Aroma dari zaman Belanda hingga. Di balik bangunan serta proses yang sederhana, Kopi Aroma begitu populer di kalangan pencinta kopi Indonesia bahkan hingga dunia. Jika Anda sedang berada di Bandung, cobalah untuk mengunjungi pabrik kopi melegenda ini.
Sumber gambar: Situs Resmi Kopi Aroma