Zaman dulu di pedalaman Ethiopia, ada seorang gembala kambing, Kaldi namanya. Hidupnya biasa-biasa saja, membosankan malah. Kerjanya seperti kebanyakan kita. Bangun, mandi, kerja, makan, tidur, bangun lagi.. Begitu-begitu saja.
Sampai suatu hari ada kejadian luar biasa!
Suatu senja, Kaldi lihat kambingnya pada bergembira. Ada yang loncat-loncatan, ada yang menari-nari, ada yang cuma geleng-geleng sambil nyengir kuda.
Kaldi bingung, kambing kok bisa nyengir kuda? Sampai dia lihat, ada sisa buah aneh di tempat makan kambingnya. Baru dia perhatikan, ada semak lagi berbuah lebat. Buahnya merah, kecil, dan banyak. Sangat menggugah selera.
Tertarik tapi ragu, Kaldi petik buah itu. Dia pegang, dia cium, dia jilat. Lalu dia gigit sedikit.
Perasaan bahagia langsung menghantam dirinya! Manis buahnya bikin Kaldi merasa di surga. Kenangan indah masa kecil melintas di benaknya. Dia petik buah banyak-banyak, dia kunyah buah lahap-lahap.
Tidak sadar Kaldi sudah ikut menari sama kambing-kambingnya. Tak peduli orang lihat apa, dia merasa suka cita.
Lelah menari, Kaldi langsung berlari. Lari ke mana, ke pesantren tentunya. Tempat orang berilmu berada. Dia mau tanya, buah apa itu namanya.
Sampai di pesantren Kaldi langsung cerita. Tapi jawaban sang ustadz mengagetkan dirinya.
Kahwa namanya. Khamr saudaranya. Setan asalnya. Bakar secepatnya!
Sang ustadz langsung membakar buah kahwa bawaan Kaldi. Kaldi sedih, ingin menangis, tapi dia takut.
Kahwa mulai gosong terbakar api, tapi asapnya makin wangi. Sang ustadz langsung menyadari, buah ini karunia ilahi.
Padamkan apinya! Kahwa tidak berdosa! Seru sang ustadz.
Kaldi tersenyum lega. Namun apa daya, kahwa kesayangannya telah legam dimakan api.
Penuh cinta dia pungut sisa kahwa yang ada. Dia masukkan ke bejana, mau dicuci biar bersih katanya.
Tapi kok air cucian kahwa semakin beraroma? Kaldi cicip air cucian itu. Sudah gila Kaldi, pikir sang ustadz.
Sang ustadz tak mengerti, perasaan bahagia kembali menyelimuti Kaldi. Abu kahwa membuat minuman yang sangat nikmat. Hitam dan pahit memang, tapi nikmat.
Tak ada yang sadar, Kaldi dan sang ustadz membuat sejarah hebat.
Tanpa Kaldi, hanya kambing yang menikmati kopi. Tanpa sang ustadz, kita makan buah kopi bulat-bulat.
Jika Anda adalah penggemar minuman kopi, berterimakasihlah kepada Kaldi (dan sang ustadz)..